Berkolaborasi Bersama Teknologi Luncurkan One Day One Advice

Alfi Faridian, M.Pd. | 19 September 2021

Detail literasi:

Murid adalah amanah orang tua pada sebuah sekolah. Tanggung jawab mendidik murid tidaklah muda. Baik pada perkembangan ilmunya, maupun perkembangan karakternya. Apalagi pendidikan di jenjang SMA. Inilah yang saya rasakan. Selama 20 tahun lebih membersamai mereka banyak tantangannya. Terkadang saya harus bisa menjadi ibu di kelas, menjadi teman, bahkan menjadi sahabat karibnya. Permasalahan yang dialami murid-murid tingkat SMA sangatlah kompleks. Oleh karena itu kita harus luwes menghadapinya.

Wali kelas, guru yang secara tidak langsung pengganti orang tua di sekolah. Dari tahun ke tahun, saya harus siap mendapatkan amanah dari sekolah membersamai anak kelas. Tidak hanya menyampaikan materi pelajaran, sebagai wali kelas, saya dituntut untuk mengetahui perkembangan mereka. Hampir 24 jam membersamai mereka. Baik di sekolah maupun saat di rumah. Jika ada yang datang terlambat atau tidak hadir tanpa keterangan buru-buru menghubungi orang tua. Pernah suatu ketika, salah satu murid tidak masuk sekolah lebih dari tiga hari, orang tua selalu sibuk dengan urusan pekerjaan, sehingga sulit dihubungi. Ternyata setelah saya berkunjung bersama guru BK, murid masih tidur dan di rumah hanya ada pembantunya. Maka dengan lembut saya bangunkan dan menunggu untuk siap membersamai ke sekolah.

Asyik dan menikmati ketika mendampingi mereka. Ada yang putus cinta, siap menjadi pendengar setia. Bahkan tidak sedikit murid memiliki latar belakang dari keluarga yang bermasalah. Di sini wali kelas harus ekstra memberikan perhatian lebih. Seru sekali. Belum lagi kemalasan datang melanda mereka. Dari 35 murid di dalam kelas beragam karakternya.

Sebelum pandemik membuncah, saya bisa melakukan pendampingan dengan maksimal. Mulai dari membiasakan disiplin mengikuti pelajaran di kelas, sampai dengan mengontrol kegiatan ibadahnya. Saya selalu ada ketika murid mendapatkan masalah. Mereka selalu ada ketika saya ingin menemuinya. Sering kami menggelar menikmati bekal bersama saat-saat istirahat. Bersenda gurau di sela-sela waktu belajar. Walau terkadang ada satu murid memancing emosi, dan semua itu bisa dilalui dengan kasih sayang di antara kami. Mengelus rambutnya, menepuk punggungnya sebagai ikatan antara ibu dan anak, semata-mata bentuk rasa perhatian antara wali  dan anak kelasnya.

Keharmonisan itu menghilang ketika datang pandemik. Sudah tidak ada lagi semuanya. Sebagai wali kelas, saya hanya bisa menyapa mereka melalui gawai masing-masing. Bercanda dan tertawa tidak seakrab dulu, Kini rindu kami juga membuncah pada situasi dan suasana yang menyenangkan. Seringkali mereka bertanya, “kapan kita bertemu langsung Bu”. Dengan jawaban yang sama dan  yang ke sekian kali, saya harus memahamkan mereka dengan tetap semangat untuk belajar di rumah.

Murid SMA juga membutuhkan pendampingan pada masa perkembangannya. Dunia yang terkadang masih labil, mereka harus terus dipacu semangatnya. Tidak banyak yang saya lakukan untuk mereka, selain ngobrol lewat gawai. Kalau rindu datang, hanya bisa memandang gambarnya di IG kelas atau di media sosial lainnya. Terkadang ngobrol bareng di WA grup kelas. Tidak ada lagi bercengkerama sambil menikmati lagu-lagu di masanya di dalam kelas. Bermacam gejolak remaja tidak saya ketahui. Bahkan seringkali mendapat laporan dari beberapa guru tentang ketidakaktifan mereka mengikuti materi secara virtual. Wah, harus segera menemukan solusinya.

Attitude yang terpuji  yang kuharapkan dari mereka. Tetap semangat belajar di situasi ini. Beberapa murid sudah mulai berontak dengan keadaan. Dan mereka  harus lebih mendapatkan perhatian. Akhirnya saya bentuk grup WA special, yang beranggotakan murid-murid istimewa. Berkomunikasi dengan orang tua sudah saya lakukan, namun kejenuhan tetap tidak bisa dihindari. Balik arah, belok kiri, balik kanan, semua cara sudah saya lakukan. Tetapi masih angin-anginan, dan perkembangan makin tidak kondusif. Perlu adanya kolaborasi dan hubungan yang baik dengan beberapa guru juga sudah terjalin. Seakan semua pintu sudah tertutup.

Mengapa tidak dicoba? Webinar kolaborasi antar kelas dengan narasumber yang dekat dengan dunia mereka. Ide yang cemerlang tergagas ketika sesama wali kelas curhat bersama. Mencari-cari alumni yang bisa memberikan motivasi kepada mereka tidaklah susah. Segera saya hubungi alumni yang sekarang sudah sukses menjadi dokter dan satu lagi sedang menempuh Pendidikan di Jerman. Setelah terjadwal, Tuhan memberikan kemudahan, acara berjalan dengan lancar. Hampir 90 persen mereka mengikuti acara yang kami gagas. Mulailah narasumber membagikan pengalaman ketika masih menjadi siswa di sekolah yang sama hingga meraih sukses. Dalam hati terus berdoa, agar ada perubahan walau tidak secara langsung.

Ternyata tidak bisa hanya sekali dua kali, acara itu menjadi acara rutin kelas, tentunya berkolaborasi dengan kelas lain. Materi, kami sesuaikan dengan situasi perkembangan mereka. Ternyata siraman rohani juga sangat penting bagi mereka. Terus mencari cara agar semangat mereka tidak sampai kendor. Hal tersebut terlihat mereka makin rajin melakukan kegiatan dan kewajibannya. Namun tidak berhenti sampai di sini.

Ide muncul dengan tiba-tiba. One Day One Advice menggunakan Canva, Yes! Mulailah merancang kalimat-kalimat bijak dengan tujuan menyentuh hati mereka agar tetap dapat mengendalikan segala kegiatan dengan baik dan bertanggung jawab. Ternyata mereka mau membacanya, karena tertera nama guru pada poster tersebut. Orang bijak mengatakan bahwa air yang setiap hari menetes di atas batu, lama-lama berlubang jua, itu yang membuat saya semangat untuk menyajikan poster yang berisi satu nasihat. Setiap pagi grup kelas kusapa dengan poster tersebut, demikian juga media sosial lainnya. Berbagi memang indah, sesama wali kelas saling bertukar nasihat dalam aplikasi Canva. Saling unggah di media sosial yang dimiliki, dengan harapan bisa tersampaikan ke anak kelasnya.

Satu peluru bisa menembus 1 kepala satu nasihat menembus ratusan kepala. Hal ini terbukti saat poster itu saya unggah di media sosial story IG, Facebook, ternyata banyak yang menikmati. Bahkan ada yang berkomentar positif. One Day One Advice (ODOA) yang semula ditujukan untuk murid-murid di kelas, ternyata juga menembus mantan murid atau alumni juga. Banyak poster yang tersaji di media sosial, namun berbeda jika guru juga berperan. Ya, sehari satu nasihat buat mereka generasi milenial. Di situasi sekarang ini segala bisa kita lakukan bersama teknologi. Berkolaborasi tidak hanya oleh antar guru, tetapi dengan perkembangan teknologi.

Kemauan, kreativitas, serta inovasi memang sangat diperlukan pada diri seorang guru. Inilah salah satu bagian dari sekian hikmah yang ada di masa pandemik ini. Sebagai guru harus berpikir out of the box. Murid-murid kita hidup di zaman teknologi yang makin canggih, ini tantangan guru yang masih nyaman di zona nyaman. Akankah kita menunggu dan menunggu surat tugas untuk belajar? Bawalah dunia kita ke dalam dunia mereka, jangan bawa dunia mereka ke dalam dunia kita, hingga mereka menjadi anak muda yang sukses di zamannya. Mereka lebih gigih dan trengginas dan pastinya lebih bertanggung jawab dengan tugasnya yaitu belajar.

Bersama ODOA saya berharap bisa mendampingi, membersamai murid-murid. ODOA menggantikan tangan-tangan wali kelas yang selalu mengusap hati mereka. Sentuhan satu nasihat untuk mereka, diharapkan murid-murid milenial tumbuh sesuai zamannya. Harapan dan amanah orang tua menjadikan anaknya lebih terwujud. Senyampang ada kesempatan, guru harus makin gila dengan inovasi dan bisa berkolaborasi Bersama teknologi. Bagi saya gila inovasi bila guru terus mencari cara dan tidak berhenti pada satu cara demi murid-muridnya.

Berita Lain Semua Berita

Literasi GTK Semua Literasi

Copyright © 2023 SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo