Detail literasi:
MERDEKA BELAJAR
Oleh : Ifta Zuroidah,S.E,M.M.
SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo
Melihat fenomena berita yang begitu tersebar luas dimasyarakat, bagaimana mas mentri “sapaanya” yang menginginkan konsep tentang merdeka belajar. Apakah anda juga tau dan faham sebenarnya apa merdeka belajar yang diharapkan itu. Banyak yang bilang bingung juga ya, apakah bisa?, bagaimana caranya?, terus bagaimana anak didik kita jadinya?. Terus mencari jawaban dan pola untuk bisa menciptakan apa yang diinginkan tanpa harus keluar dari garis pembelajaran dikelas.
Andaikan semua guru mau memahami dan mencerna lagi, kenapa merdeka belajar yang diinginkan maka tak akan salah kalau sebenarnya semua itu juga sudah dilakukan hanya saja para guru tidak menyadarinya. Sudah banyak cara yang dilakukan oleh seorang guru dalam hal belajar mengajar, mulai dari yang termudah dan tersulit untuk bisa difahami oleh peserta didik. Apa yang dilakukan oleh guru seolah olah itu hanyalah sebuah rutinitas yang harus dilakukan, padahal andai kita semua mau menyadari bahwa apa yang dilakukan oleh guru ini sudahlah mengarah kepada bagaimana seorang peserta didik diberikan kebebasan dalam belajar.
Seperti yang kita ketahui, bahwa Mas mentri Nadiem ini berani membuat kebijakan merdeka belajar inipun tanpa suatu alasan, dari penelitian PISA tahun 2019 menunjukkan bagaimana hasil penilaian peserta didik Indonesia hanyalah menduduki posisi keenam dari bawah untuk bidang matematika dan posisi ke 74 dari 79 sembilan Negara untuk literasi. Sungguh ironis, bagaimanapun kita akan merubah pemikiran kita sebagai guru untuk mau terus berupaya mewujudkan pendidikan yang terbaik bagi peserta didik kita. Meningkatkan pengetahuan pembelajaran dengan metode, cara dan media yang tepat yang membuat peserta didik merasa tidak bosan dalam belajar itulah yang terpenting. Bagaimana seorang guru akan menciptakan belajar dengan penuh semangat dan merasa terus diingikna peserta didik adalah salah satu cara untuk mewujudkan merdeka belajar yang diingikna oleh “mas Mentri’ dan inilah yang juga dinamakan dengan belajar efektif atau bisa juga dinamakan CBSA (cara belajar siswa aktif) seperti yang terjadi diera kurikulum 1994. Maka ditahun 2020 dengan kurikulum yang terbaru ini CBSA akan bisa dikembangkan lebih bagus lagi dan lebih menyenangkan.
Literasi yang menjadi program masih menjadikan peserta didik kita malas untuk membaca buku yang menurut mereka tidak menarik, tetapi bagaimana kita sebagai seorang guru harus bisa dituntut untuk membuat peserta didik kita mau membaca. Andaikan kita tahu bahwa anak anak sudah terimajinasi dengan media social yang semakin luas terpatri dalam pikiran anak anak kita, apa usaha kita sebagai seorang guru?. banyak cara yang bisa kita lakukan dengan alat yang satu ini yang dinamakan dengan hand phone. Melalui alat ini pun kita bisa ciptakan game menarik buat mereka sehingga mau ndak mau mereka akan membaca. Bisa juga kita masukkan pembelajaran kita pada youtube yang kemudian meminta peserta didik kita untuk mau mempelajari dan mengerjakan apa yang kita minta.
Literasi di sekolah bisa juga kita lakukan sebagai kebiasaan sebagaimana mereka pun biasa dengan aktifitas sehari hari. Andai kita sebagai guru konsisten dalam agenda kebiasaan yang kita lakukan maka tidak hanya literasi peserta didik yang kita dapatkan tetapi juga pembelajaran karakter yang jauh lebih baik. Berikan kesempatan kepada peserta didik kita untuk terus berbuat apa yang menjadi kebiasaan dan sudah menjadi agenda sekolah. Contoh penting adalah agendakan jadwal setiap 15 menit sebelum belajar dimulai pagi hari mengharuskan peserta didik kita untuk membaca Alquran atau buku buku yang lain, artinya didalam kelas itupun ciptakan perpustakaan mini yang dimiliki oleh kelas tersebut.
Literasi dengan cara menghafal, anak anak lebih cepat menghafalkan lagu atau music yang diinginkan dengan berulang ulang dan bahkan bersama sama dengan teman temannya, kenapa tidak kita ciptakan agenda menghafalkan juz 30 dan dilakukan setiap pergantian jam pelajaran. Jadwal hafalan suratnya sudah kita buatkan dan kita tempelkan disetiap kelas, andaikan ini terlaksanakan maka merekapun akan bisa menghafalkan juz 30 itu seperti menghafalkan music yang mereka inginkan. Literasi berjalan, pembentukan karakter yang diinginkan mudah dilaksanakan dan keberhasilan mereka juga akan terlihat dengan jelas.
Dalam suatu kesempatan kitapun harus menyadari bahwa dinamika belajar yang kita lakukan dan diterima oleh anak anak adalah berbeda beda. Adakalanya mereka akan menyukai bahkan antusias dalam pembelajaran dan adakalanya mereka mereka juga akan kehilangan gairah dalam mengikti pembelajaran. Ketika peserta didik menemukan pelajaran yang menurut mereka terlihat seperti beban yang begitu berat, apalagi jika ada Pekerjaan Rumah atau PR dan harus diserahkan esok harinya. Cobalah kita amati pastinya mereka akan melakukan aksi Tanya kiri kanan untuk mendapatkan contekan itu sudah menjadi sebuah kebiasaan yang wajar terjadi. Demi solodaritas teman dan kasihan maka untuk tidak melihat mereka akan mendapatkan marah guru, dan mendapatkan justice dari guru, mereka dengan rela hati akan membagikan hasil pekerjaannya kepada teman teman tersebut.
ketika muncul pertanyaan what do you want to learn? , apakah sudah relevan untuk bisa diajukan kepada peserta didik yang sebenarnya kita tahu bahwa mereka masih menganut “paham” pendidikan tentang you have to learn. Peserta didik ini sudah haru mau dan tidak mau untuk mengikuti pelajaran yang akan diberikan oleh sekolah ataupun Perguruan tinggi karena tidak ada pilihan lagi, sedangkan proses belajar terus berjalan seperti roda berputar. Sehingga ketika muncul sebuah problema ketidak sukaan mereka akan pelajaran yang menurut mereka sulit dan membosankan maka mereka akan seenaknya untuk mengikuti proses belajarnya tanpa perduli berapa hasil yang akan didapatkannya. Opsi untuk meninggalkan pelajaran yang mereka tidak suka tidak bisa karena ini sudah menjadi paket, aoabila mereka meninggalkan maka mereka akan mendapatkan hasil “gagal’.
Andai kita mau belajar belajarlah dari sebuah film yang berjudul “Accepted” film ini bercerita tentang anak-anak muda yang tanpa kejelasan arah pendidikan formal. Sebagian ada yang merasa terjerat oleh sebuah sistem pendidikan yang pragmatis dan sebagian lagi tertolak karena lembaga pendidikan yang tidak ada sinkronisasi pola pendidikan dengan passion yang mereka miliki. Hingga akhirnya membuat para pemuda ini frustasi hingga akhirnyamendirikan sebuah lembaga pendidikan pragmatis “illegal” yang memberikan ijin kepada para peserta didik untuk memilih dan menentukan sendiri hal hal yang ingin mereka pelajari, gagasan dalam film ini cukup mempresentasikan tentang apa itu merdeka dalam belajar tetapi bukan merdeka belajar. Jika dalam merdeka belajar kita boleh mengekprikan dengan bagaimana kita belajar untuk membuat senang. Tetapi kalau merdeka dalam belajar kita boleh memilih belajar apa.
Inilah pemtingnya bagaimana seorang guru menterjemahkan tentang materi materi apa yang diinginkan dan dibutuhkan peserta didik akan pelajari tanpa beban yang berat selama proses belajar mengajar. Artinya bagaimana seorang guru akan menciptakan metode, alat bahkan media apa yang membuat peserta didik ini merakan kenyamanan, kebahagiaan dan dengan suka hati melaksanakan proses belajar mengajar. Untuk melaksanakan apa yang diinginkan dalam merdeka belajar semua metode, cara dan media boleh ditawarkan kepada peserta didik sehingga mereka akan bertanggung jawab terhadap apa yang sudah menjadi pilihan mereka. John Dewey dalam bukunya (Daryanto,2012 ), pentingnya aktivitas belajar dalam proses belajar peserta didik dalam proses mengajar tentang pentingnya prinsip ini melalui metode proyek dengan semboyan learning by doing. Aktivitas belajar peserta didik yang dimaksud di sini adalah aktivitas jasmaniyah dan aktivitas moral. Sedangkan aktivitas belajar peserta didik dapat digolongkan kedalam beberapa hal yaitu; aktivitas visual ( visual activities ), aktivitas lisan ( oral activities ), aktivitas mendengarkan ( listening activities ), aktivitas gerak ( motor activities ), dan aktivits menulis ( writing activities ).
Belajar efektif ini dapat pula diartikan sebagai sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara mental, fisik, intelektual dan emosional untuk memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar efektif merupakan konsep yang sukar didefinisikan secara tegas, hal ini disebabkan karena semua cara belajar ini mengandung unsur keaktifan pada diri peserta didik meskipun kadar keefektifannya itu berbeda beda. Keaktifan dapat muncul dalam berbagai bentuk, banyak keaktifan peserta didik yang tidak kurang pentingnya yang sulit diamati oleh orang lain. Akan tetapi, bagaimana mengembalikan pada belajar efektif tentang keterlibatan intelektual emosional peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan. Dengan kata lain bagaimana sebenarnya meeka belajar yang diinginkan “mas mentri” sebenarnya sama dengan bagaimana belajar efektif yang sudah dilakukan, pada pokok intinya adalah bagaimana keaktifan fisik dan keaktifan mental sama sama dilakukan.