Internalisasi Nilai-Nilai Islam Dalam Proses Pembelajaran

Lailil Ma`rufah, S.E., M.M. | 27 September 2022

Detail literasi:

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin hari semakin berkembang dengan pesatnya, satu sisi telah memberikan kemudahan manusia untuk mencapai tingkat kesejahteraan materialnya. Akan tetapi disisi lain telah menyeret manusia pada kegersangan dan kebutuhan dimensi moral dan spirutual. Untuk menghadapi hal tersebut perlu  pengambilan disiplin ilmu modern yang sekuler kepada wawasan islami, dan diintegrasikan kembali pendidikan Islam serta meletakkan ilmu pengetahuan ke dalam hukum Islam. Sehingga  ilmu pengetahuan memiliki nilai positif serta memberikan  kemaslahatan bagi kehidupan manusia.

Menurut prinsip Islam, eksistensi manusia memiliki dua fungsi fundamental, yaitu sebagai “’Abdun” (hamba) Allah dan sebagai khalifah fii al-ardh (pemimpin di muka bumi). Sebagai abdun, manusia dituntut untuk mengabdi kepada Allah dengan tunduk dan taat pada ketentuan-ketentuan-Nya. Sedangkan sebagai khalifah fii al-ardh, manusia dituntut untuk mau dan mampu mengatur, memelihara, dan mendayagunakan alam seisinya untuk kesejahteraan umat manusia (Hasan, 1989: 33). Untuk mengaktualkan kedua fungsi tersebut, maka harus memperbaiki hubungan dengan alam dan mengadakan penelitian terhadap hukum sunnah Allah.

Upaya mengintegrasikan model pendidikan dengan internalisasi nilai-nilai Islam dalam mata pelajaran menjadi penting untuk dilakukan agar peserta didik  dapat menjadi manusia yang dapat menjalankan dua fungsi yaitu sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah di muka bumi. Selain peserta didik mendapatkan pengalaman belajar yang lebih bermakna, Harapan berikutnya memunculkan dampak positif yaitu ketika mereka berada dalam tatanan kehidupan masyarakat dan  menjadi problem solver , mereka akan bertindak dengan dasar ilmu pengetahuan yang dimiliki dan agama (Islam) yang diyakini.

Internalisasi diartikan sebagai penggabungan atau penyatuan sikap, standar tingkah laku, pendapat, dan seterusnya di dalam kepribadian. Sedangkan menurut Reber, sebagaimana dikutip Mulyana mengartikan internalisasi sebagai menyatunya nilai dalam diri seseorang, atau dalam bahasa psikologi merupakan penyesuaian keyakinan, nilai, sikap, praktik dan aturan – aturan baku pada diri seseorang. Dalam hal ini Internalisasi nilai-nilai Islam dalam mata pelajaran dapat dilakukan  dengan dua cara yaitu pertama, menghubungkan atau memasukkan dengan ayat-ayat Allah, kedua melandasi penggunaan ilmu dengan akhlak.

Pertama, menghubungkan atau memasukkan dengan ayat-ayat Allah. Pada cara ini sebagai pendidik harus mampu menghubungkan ayat-ayat Al Qur`an dengan materi yang akan disampaikan.  Suatu contoh dalam pembelajaran Ekonomi pada materi Skala Prioritas dan literasi keuangan, kita dapat memasukkan ayat yang berkaitan dengan skala prioritas. Ayat-ayat Al qur`an yang berkaitan dengan materi kebutuhan dan skala prioritas sangatlah banyak, diantaranya “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka, orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya mendapatkan pahala yang besar.” (QS. al-Hadiid:7) dapat juga dihubungkan dalam QS. Al Baqorah ayat 215 Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan (dan membutuhkan pertolongan).” Kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.

Pelaksanaan dalam pembelajaran dapat dimasukkan nilai-nilai yang terkandung dalam ayat QS. Al Hadid:7 bahwa dalam mempergunakan harta yang kita miliki hendaklah sebagian harta kita infakkan di jalan Allah kemudian kita bawah ranah berpikir peserta didik bahwa dalam membuat skala prioritas pemenuhan kebutuhan poin infak atau boleh dikatakan dana sosial harus menjadi bagian dari prioritas. Berikutnya dapat dijelaskan bahwasannya dalam berifaq pun Allah telah mengatur skala prioritasanya sesuai dalam QS. Al Baqarah ayat 215 hal ini bertujuan bahwa peserta didik memahami siapa yang berhak menerima infak berdasar skala prioritas.

Kedua, melandasi penggunaan ilmu dengan akhlak. Akhlak adalah landasan nilai dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menuntut dan mencari ilmu hukumnya adalah wajib bagi setiap muslim. Dalam proses tersebut ada hal yang sangat penting yaitu untuk tetap memperhatikan akhlak ketika menuntu ilmu, baik kepada guru maupun sesaman pencari ilmu.

Di Zaman era digital ini, terkadang penuntut ilmu lupa bahwa yang paling penting dalam menuntut ilmu adalah akhlak. Sering kita menyaksikan para penuntut ilmu tidak terkecuali peserta didik melupakan akhlak kepada guru serta mengabaikan akhlak dan etika belajar.  Hal demikian sangat disayangkan, dimana seharusnya esensi dari belajar adalah untuk meningkatkan kualitas akhlak, karena akhlak adalah dasar utama membentuk pribadi seorang muslim yang sempurna. Sebab itu penting seorang pendidik mengupayakan  pemahamkan kepada peserta didik mengenai syarat-syarat menuntut ilmu.

Mengutip dari Ali bin Abi Thalib, berikut 6 syarat dalam menuntut ilmu yaitu:

  1. Mempunyai kecerdasan (dzaka’) atau penalaran, wawasan (insight), imajinasi, daya penyesuaian dan pertimbangan, sehingga dapat memfilterasi suatu pengetahuan yang ia dapatkan.
  2. Mempunyai hasrat atau keinginan dalam belajar (hirsh) yaitu suatu kemauan, motivasi, dan gairah yang tinggi dalam menuntut ilmu dan merasa paling bodoh sehingga ia akan terus menuntut ilmu. Juga memiliki kemauan yang kuat dalam menuntut ilmu untuk kebahagiaannya di dunia dan di akhirat.
  3. Sabar (ishtibar), yaitu tabah dalam segala ujian ketika proses belajar dan tidak mudah putus asa dalam belajar, walau banyak rintangan dan ujian, baik hambatan psikologis, sosiologis, ekonomi, administratif, bahkan poilitik yang tidak akan menggoyahkannya dalam proses belajar.
  4. Memiliki modal materi (bulghah), sarana serta prasarana yang memadai dalam belajar. Mempunyai bekal merupakan hal yang sangat penting baik bagi penuntut ilmu karena hal itulah yang akan menunjang segala kebutuhan dalam proses menuntut ilmu, seperti makanan, uang, alat tulis, kendaraan dan lainnya.
  5. Bimbingan serta petunjuk dari guru (irsyad ustadz), sehingga ilmu yang telah dipelajari tidak akan menyimpang serta mengakibatkan kesesatan.
  6. Waktu yang lama (thuwlal-zaman), tentunya ketika seseorang menuntut ilmu waktu yang dihabiskan tidaklah sebentar, bisa bertahun-tahun bahkan puluhan tahun.

 

Internalisasi nilai-nilai islam sangat penting dalam pembelajaran diberbagai disiplin ilmu agar peserta didik  dapat menjadi manusia yang dapat menjalankan dua fungsi yaitu sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah di muka bumi sehingga dapat memberikan kebermanfaatan dan keberkahan ilmu.

Berita Lain Semua Berita

Literasi GTK Semua Literasi

Copyright © 2023 SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo