BERHENTI TIDAK MENUNGGU LAMPU MERAH

Wigatiningsih | 07 Desember 2022

Detail Berita:

Tiga hari berada di negeri Jiran banyak perubahan terlihat. Saya beserta rombongan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sidoarjo dan majelis Dikdasmen, Jumat, 25 November 2022 melakukan lawatan ke PCIM Malaysia.  Kondisi sangat berbeda dengan beberapa tahun lalu saat saya berkunjung ke Malaysia. Bangunan tinggi makin banyak, baik itu hotel, gedung perkantoran, maupun apartemen sebagai tempat tinggal penduduk negeri tersebut. Kuala Lumpur begitu megahnya.

Jalanan juga menyenangkan. Kanan kiri jalan banyak terpampang foto atlet, artis, pelajar, sebagai simbol prestasi anak bangsa yang membanggakan. Ini menjadi penting untuk memberi motivasi berprestasi kepada yang lain. Selain itu sebagai bentuk penghargaan negara kepada mereka yang sudah mengharumkan nama negara di ajang pengembangan bakat apapun. Malaysia punya cara berbeda menghargai karya anak bangsa.

Sama seperti di Bangkok, selama di Malaysia, saya tidak melihat polisi lalu lintas, atau polisi PJR (Patroli Jalan Raya). Mengapa? Karena mereka berjalan di lajur yang seharusnya mereka lalui. Mobil yang melintas ada pada kecepatan yang teratur. Tidak ada yang saling mendahului. Dan sedikit sekali sepeda motor saya lihat di jalan raya. Sehingga praktis tertib lalu lintas menjadi pemandangan yang menyenangkan. Hal ini membuat nyaman semua pengguna jalan.

Sore hari saya bertiga akan menyeberang jalan.  Kami ambil  posisi berdiri di tepi jalan di tempat penyeberangan.  Beberapa  mobil berhenti tak menunggu lampu merah. Mereka memberi kesempatan kami untuk menyeberang. Tak ada yang mengerem mobil mendadak , karena mereka stabil menggunakan spidometer di jalanan di kota. Di sebelah saya ada seorang tua yang juga ikut menyeberang. Semua mobil berhenti sampai para penyeberang melintas sampai ke tepi jalan. Tak ada klakson tanda peringatan untuk berjalan cepat.

Saat malam hari banyak orang menuju pusat keramaian. Mereka ada yang warga negara asli dan banyak juga wisatawan mancanegara. Seperti rombongan saya dari Indonesia.  Jalanan tetap pada keteraturannya. Tidak ada yang gaduh untuk  saling mendahului. Bahkan mereka berhenti serentak saat ada orang walaupun sendirian hendak menyeberang jalan. Saya merasakan adat ketimuran lebih terasa dibanding di negara saya di kota besar yang saya tempati.

Esok hari rombongan akan melakukan kunjungan ke suatu tempat. Bus penumpang terparkir di seberang jalan hotel. Satu persatu rombongan keluar hotel dan menyeberang jalan menuju bus . termasuk saya dan beberapa orang menuju bas persiaran (bus pariwisata) untuk umum. Lagi-lagi saya melihat pemandangan seperti semalam. Beberapa mobil yang laju dengan kecepatan sedang, tiba-tiba berhenti tanpa saya beri kode stop. Artinya memberi jalan untuk kami pejalan kaki yang hendak menyeberang. Padahal kalau di negeri saya, jika belum ada tanda lampu merah dan kita akan menyeberang, harus angkat tangan dan dilambaikan,  isyarat minta waktu untuk menyeberang.

Yang menjadi pertanyaan adalah… mengapa mereka bisa begitu. Seharusnya kita juga bisa begitu. Nilai yang bisa diambil dari pengalaman di atas adalah, semua bisa dilakukan dan menjadi pembiasaan jika dilakukan dari diri kita terlebih dahulu. Kegiatan sekecil apapun bisa dilakukan secara teratur. Belajar berempati kepada orang lain sehingga untuk melakukan kebaikan tidak menunggu waktu yang tepat. Tetapi setiap saat ketika diperlukan.

Berita Lain Semua Berita

Literasi GTK Semua Literasi

Copyright © 2023 SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo